Thursday, May 15, 2014

Cuma dari Youtube :(

Setuju gak kalau masing-masing dari kita tidak berhak untuk menilai tindak tanduk seseorang, terlebih lagi kadar keimanan orang tersebut kepada Allah dari kacamata kita sendiri?

Setuju juga gak kalau masing-masing dari kita kadang merasa risih kalau urusan pribadinya terganggu? Tidak juga karena alasan ukhuwah jadilah semua-semuanya mesti ditanya dan semua-semuanya mesti dikasih tau. Benar tidak?

Memantau siapa-siapa yang didakwahi dari tindak tanduk mereka tidak akan memberikan hasil yang akurat. Masing-masing kita gak akan pernah tau apa yang tersembunyi di hati masing-masing orang, walaupun itu isi hati Ibu Bapak, atau suami istri kita sendiri. Kecuali si Fulanah menceritakan apa yang ingin dia ceritakan.

Dakwahmu bisa dimulai dari cara dirimu berpakaian, caramu berinteraksi dengan orang lain, bagaimana kamu melestarikan sunnah-sunnah Rasulullah SAW. Dakwah bukan hanya duduk dimajelis menjadi si yang membawakan materi majelis, yang terkadang kita tidak paham betul apa yang kita kemukakan karena dangkalnya ilmu yang kita punya.

Doktor Nashir al 'aql berkata : "Diantara kesalahan yang harus diperingatkan dalam masalah fiqih adalah memisahkan dakwah dari ilmu, dan ini lebih banyak ditemukan pada pemuda, mereka berkata, "berdakwah berbeda dengan menuntut ilmu". Oleh karena itu, kita dapati para pemuda sangat memperhatikan amaliyah dakwah, bahkan memberikan semua kesungguhannya, akan tetapi ia sangat sedikit dalam menghasilkan ilmu syari'at, padahal kebalikannya itulah yang benar, hendaklah ia menuntut ilmu dan bertafaqquh dalam agama, menghasilkan ilmu-ilmu syaria'at kemudian baru ia berdakwah..." (Al Fiqhu fiddiin hal 58)

Kepada siapa kita menuntut ilmu? Kepada orang yang ahli..
Ulama yang hakiki adalah ulama yang dalam pemahaman mereka terhadap alquran dan sunnah disertai amaliyah dalam kehidupan sehari-harinya.
Imam Asy Syafi'i berkata : "Tidak halal bagi seorangpun berfatwa dalam agama Allah kecuali orang yang berilmu tentang kitabullah, nasikh mansukhnya, muhkam dan mutasyabihnya, ta'wil dan tanzilnya, makki dan madaninya dan apa yang diinginkan darinya. Kemudian ia mempunyai ilmu yang dalam mengenai hadits Rosululloh sallallahu 'alaihi wasallam sebagaimana ia mengenal Al Qur'an. Mempunyai ilmu yang dalam mengenai bahasa arab, sya'ir-sya'ir arab dan apa yang dibutuhkan untuk memahami Alqur'an, dan ia mempunyai sikap inshaf (adil) dan sedikit berbicara. Mempunyai keahlian dalam menyikapi perselisihan para ulama. Barangsiapa yang memiliki sifat-sifat ini, silahkan ia berbicara tentang ilmu dan berfatwa dalam masalah halal dan haram, dan barang siapa tidak memilikinya maka ia hanya boleh berbicara tentang ilmu namun tidak boleh berfatwa". (shahih faqih wal mutafaqqih hal 390)

Berguru hanya kepada buku (otodidak) bisa berakibat kehilangan suri tauladan bagi diri kita. Kenapa? Karena bila kita datang kesuatu majelis, kita akan mendapatkan ilmu beserta tauladan dari guru yang kita jumpai.

Saya iri sama yang di Indonesia.. Begitu banyak masjid-masjid yang terbuka lebaaaaaaaaaaaaaaaaaar dengan siaaaaapapun Ustadznya dengan membahas Al-Quran dan Sunnah, tanpa harus ngejugde orang lain, tanpa harus sembunyi-sembunyi ngaji sama siapa, tanpa harus dikejar proyek dakwah (dengan ilmu yang seadanya/kosong). Qodarulloh, diri ini cuma bisa denger kajian dari Youtube. :(

Seems like this post will make some or a lot of contradiction... Buat yang gak sependapat saya minta maaf. Intinya semoga kita selalu kembali pada Al-Quran dan Sunnah bukan semata karena kelompok, golongan, kekuasaan, politik atau apapun itu.

Salam Damai :)

No comments:

Post a Comment